SKIP TO MAIN CONTENT

Friday, October 13, 2017

Nilai Keberkahan Harta/Benda

Keberkahaan Harta Benda Dunia

Semua harta benda itu hakikatnya bersih. Manusialah yang membuatnya menjadi kotor, najis dan jauh dari keberkahan. Keberkahan turun dari sisi Allah dalam bentuk kemanfaatan harta/benda itu untuk melanjutkan kehidupan dalam rangka ibadah hanya kepada Allah.



يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ
"Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang baik-baik yang telah kami rezekikan kepadamu." (QS. Al Baqarah:172).

Kadar Nilai Keberkahan Harta

Kadar nilai keberkahan dari harta/benda itu hanya Allah jua yang mengetahuinya. Tapi, kita bisa melihat ciri khas keberkahan itu, misalnya dalam bentuk:

  • Dibayarnya zakat maal/zakat fitrah atas harta/benda itu
  • Pemiliknya menyenangi sedekah atas harta/benda itu
  • Menggunakan harta itu untuk "bertahan hidup" agar tidak kekurangan dan meminta-minta
  • Menggunakan harta itu untuk tujuan ibadah (Misalnya; menafkahi keluarga, memelihara anak yatim, memelihara orang tua yang sudah udzur dsb - termasuk orangtua kita sendiri).
  • Tidak suka berfoya-foya dengan harta/benda itu tanpa ada tujuan penting dan manfaat.
  • Tetap tawadhu atau rendah hati/tidak sombong
  • Cepat tanggap membantu orang yang membutuhkan hartanya (misalnya: menyenangi meminjami/menghutangi orang yang sangat membutuhkan tanpa pandang bulu dan apabila tidak dibayar atau telat bayar, ia telah ikhlas karena Allah semata - karena niatnya sudah disisihkan khusus untuk itu dalam kategori sedekah plus-plus.
  • Semakin menyayangi makhluk Allah (Manusia, Hewan & tumbuh-tumbuhan).
  • dan sebagainya, yang intinya ada nilai manfaat sesuai tuntunan Allah didalam membelanjakan harta itu.

Mengapa Harta disebut Titipan Allah

Harta itu titipan. Sebab/asal titipan itu ada 2, yaitu berupa: kepercayaan dan hikmah. Bila Allah menitipkan harta/benda pada kita bisa jadi itu wujud kepercayaan Allah atas diri kita sehingga Allah sudi menitipkan harta itu bagi kita. Bisa jadi juga itu menyimpan hikmah yang hakikat hikmah itu masih tersembunyi.
Baiklah, mari kita ambil contoh dan gambaran mengenai kedua jenis titipan Allah berupa harta itu.

Harta adalah bentuk kepercayaan

Bila dikatakan bahwa harta/benda adalah bentuk kepercayaan Allah atas kita itu berarti Allah telah mengetahui dengan Pengetahuan Maha-NYA bahwa harta yang dititipkan pada diri kita itu berupa harta yang memang dikhususkan dan dibelanjakan pada jalan Allah (fisabilillah). Itu berarti orang yang dititipkan harta dari Allah itu memang dari hati kecilnya, pikirannya, visi dan misinya memang untuk Allah, Rasulullah SAW dan kaum muslimin.

Banyak sekali contoh-contoh yang bisa kita jadikan tolak ukur bentuk kepercayaan itu atas diri kita seperti; Rasulullah SAW, Nabi Sulaiman AS, Abu Bakar As-Siddiq dan para sahabat nabi SAW. Dan, tidak sedikit para pejuang agama diberi kepercayaan Allah dalam bentuk negara seperti, 4 sahabat nabi SAW terdekat (Abu Bakar As-Siddiq, Umar Bin Khotob, Ali Bin Abi Thalib, Utsman Bin Affan) dan raja-raja setelahnya seperti: Raja arab saudi zaman dulu Abdul Aziz, dsb.

Intinya, tidaklah harta dan kekuasaan itu digunakan untuk pribadi mereka. Bahkan bilamana mendesak, mereka hanya dapat mendapat bagian yang cukup untuk 1 kali makan saja dari harta itu sebagai sarana "menegakkan" tubuh untuk berjihad fisabilillah, melayani Allah, Rasulullah SAW dan Umat Rasulullah SAW. Nah, apakah harta kita layak disebut sebagai bentuk kepercayaan Allah atas kita? Kita awam dan masih sangat jauh dan tidak dapat dibandingkan atas hal ini karena memang keadaan kita tidak ada sepermilyar debu tertipis didunia sekalipun untuk setara dengannya.

Harta adalah hikmah tersembunyi

Selanjutnya, harta bisa berupa hikmah tersembunyi. Itu berarti, didalam harta yang ada pada diri kita itu sebenarnya adalah hikmah yang belum berubah wujud aslinya. Jadi, bila harta itu kita gunakan untuk kebaikan dan dibelanjakan untuk kepentingan ibadah dan meneruskan kehidupan, maka dia menjadi berkah dan memberkahi. Tapi, bila harta itu digunakan untuk foya-foya, berbuat kikir walaupun diambil dari jalan halal jelas tidak akan mengandung keberkahan didalamnya dan bisa jadi mengundang kemurkaan Allah. Astaghfirullah!


Bagaimana dengan harta yang diambil/diperoleh dari jalan haram? Harta yang diperoleh dari jalan haram jelas tidak termasuk dalam bahasan halaman ini. Kita sedang tidak membicarakan bagaimana harta haram itu sampai ditangan kita, penyebabnya dan latarbelakang terjadinya, tapi kita membicarakan bagaimana nilai keberkahan dari harta halal itu. Harta yang didapat dari jalan haram jelas bukan sama sekali bentuk kepercayaan Allah dan sangat sangat sedikit sekali mengandung hikmah karena asal/latarbelakang memperolehnya saja sudah haram walaupun dibelanjakan untuk kebaikan dan sedekah.


أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا
"Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu thoyyib (baik). Allah tidak akan menerima sesuatu melainkan dari yang thoyyib (baik)." (HR.Muslim,no.1015).
catatan: menerima sesuatu yang toyyib/baik itu contohnya sedekah, zakat, kurban dan sebagainya.

Ingatlah!
Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

«لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ»
"Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang umurnya kemana dihabiskannya, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya; dari mana diperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, serta tentang tubuhnya untuk apa digunakannya".

Harta/Benda adalah ujian baik

Harta merupakan salah satu sumber hikmah yang tersembunyi yang salah satunya sebagai bentuk ujian bagi orang-orang yang berakal. Ujian disini jelas merupakan ujian baik.

Ujian/cobaan ada 2 jenis: 1) Ujian baik, contohnya: mendapatkan rezeqi, harta, sehat, naik pangkat, membangun rumah, dsb. 2) Ujian buruk, contohnya: tertimpa batu, tenggelam, hanyut dibawa arus sungai, tertabrak sepeda, terpeleset dan jatuh, ditipu orang lain, dianiaya/didzalimi, dituduh/difitnah, dsb.

Dikatakan harta/benda itu ujian dikarenakan didalam harta itu ada hisab (baca:perhitungan) dari Allah untuk manusia yang menerima rezeqi berupa harta/benda itu. Perhitungan/hisab yang dimaksud ada 2 yaitu:

  1. Harta/benda mengandung hak fakir-miskin
  2. Harta/benda mengandung fungsi/asas kegunaan

Harta/benda mengandung hak fakir-miskin.Harta/benda mengandung hak fakir-miskin. Dengan kata lain, harta yang kita miliki sebenarnya --- pada hakikatnya --- terdapat bagian sebesar 2,5% bagi orang-orang tak mampu atau fakir-miskin. Allah telah mengisaratkan bahwa orang yang diberi harta/rezeqi allah wajib membagi sebagian harta sebesar 2,5% kepada fakir-miskin sebagai bentuk ibadah. Akan tetapi, hakikatnya adalah Allah ingin mengetahui seberapa besar tingkat ibadah kita kepada Allah dengan cara menghisab harta kita itu dengan jalan membagikan 2,5% kepada fakir-miskin. Ini merupakan bentuk ujian baik yang Allah telah tetapkan bagi setiap muslim. Bersediakah kita menyerahkan harta kita kepada kaum fakir-miskin sebesar 2,5% dari harta tersebut? sekali lagi, ini adalah bentuk ujian dan ujian ini akan dihisab/diperhitungkan dihadapan Allah kelak untuk dinilai mengenai: seberapa takutkah(bertaqwa) kita kepada Allah? bila kita benar-benar bertaqwa, serahkanlah 2,5% dari harta/benda tersebut. Bila kita tidak menyerahkan sebagian harta tersebut kepada fakir-miskin berarti kita telah berbuat dzalim. Dzalim dalam artian, tidak menyerahkan harta sebesar 2,5% kepada fakir-miskin dimana bagian itu merupakan harta milik fakir-miskin juga.

Dengan tidak diserahkannya 2,5% dari harta tersebut maka akan muncul sifat baru dari diri kita yaitu:
  • Tamak harta/serakah (Dimakan sendiri dan tidak diserahkan sebagian pada yang berhak atas harta itu)
  • Zalim (Merampas harta fakir-miskin)
  • Kikir (Pelit dan ini dibenci oleh Allah)
  • Sekuler (Mencintai dunia lebih tinggi daripada akhirat)
  • dan sifat buruk lainnya.

Jadi, harta itu (selain ujian) juga merupakan bentuk titipan. Namanya titipan berarti bukan hak milik. Titipan adalah bentuk amanah. Amanah harus dipegang dan dipertanggungjawabkan statusnya. Bila itu bukan hak milik maka memilikinya secara utuh berarti tidak sah, merampas dan mendzalimi orang lain yang memiliki hak juga atas harta tersebut (yaitu:fakir-miskin).

Harta/benda mengandung fungsi/asas kegunaan. Bila sebagian harta (2,5%) telah dibagikan kepada fakir-miskin, selanjutnya adalah: kemanakah kita membelanjakannya? dipergunakan untuk apakah harta/benda itu? Disini harta/benda kembali dihisab, diperhitungkan dan ditanyakan mengenai fungsi dan kegunaan harta. Artinya, harta juga mengandung asas kemanfaatan. Bila dimanfaatkan bagi kerusakan, merugikan orang lain atau dipergunakan untuk mendzalimi orang lain dan makhluk lain, harta tersebut kelak akan menjadi azab yang Allah timpakan pada yang diamanatkannya. Bila harta tersebut dipergunakan untuk usaha, menafkahi keluarga, membantu sesama, untuk sedekah, untuk beribadah kepada Allah, maka harta itu akan menjadi berkah dan memberkahi. Tingkat keberkahan itu sendiri bergantung pada sseberapa besar rasa ikhlas kita atas penggunaan harta tersebut?.

Kesimpulan:
1. Harta/benda adalah titipan, amanat, ujian baik dan salah satu bentuk hisab dan ukuran tingkat ketaqwaan kita kepada Allah.
2. Tingkat keberkahan harta diukur dari:
  • Darimana kita mendapatkannya?
  • Bagaimana kita membelanjakannya?
  • Seberapa ikhlaskah kita membelanjakannya untuk kepentingan ibadah?

Semoga Allah melimpahkan kesabaran, syukur dan keikhlasan kita dalam beribadah kepadanya hingga akhir hayat dan keturunan kita. #Amin.

By TauhidKalam

Back to TauhidKalam Homepage.


⧉ TauhidKalam uses cookies to help google service, personalise ads, and more. By visiting us you agree with our Cookies & Privacy policy.