Bertawakal Hanya Kepada Allah
Allah adalah tumpuan harapan dan tujuan hidup manusia. Tidak satu pun makhluk yang dapat berlari menghindar Allah dan dari segala hal yang diciptakan oleh-NYA termasuk alam yang diciptakan Allah; baik alam dunia, alam barzakh (kubur) maupun alam akhirat. Semua titik temu akan berujung pada Allah semata. Itu berarti menjadikan Allah sebagai tumpuan harapan dan tujuan hidup manusia adalah sesuatu yang tidak dapat kita abaikan dan pungkiri lagi faktanya.Allah adalah Tumpuan Harapan
Allah memiliki segala sesuatu. Itulah kenapa Allah Ta'ala disebut sebagai Sang Penguasa yang Maha Tinggi dan Maha Kuasa atas segala yang dimiliki-NYA. Dikarenakan apa-apa yang ada di alam semesta ini, termasuk diri kita, adalah milik-NYA maka sudah sepantasnya tidak ada yang dapat dan mampu menjadi tumpuan harapan hidup kita saat ini dan nanti (baik di masa yang akan datang, di alam kubur dan di akhirat nanti) selain menyandarkan harapan itu hanya kepada Allah.Menjadikan Allah sebagai tumpuan harapan berarti tidak ada harapan apapun yang disandarkan dan diharapkan kedatangannya kecuali hanya dari Allah semata. Melibatkan Allah dalam segala aktivitas dan keseharian kita merupakan bukti bahwa kita benar-benar menjadikan Allah sebagai tumpuan harapan. Lalu, apa yang harus kita sandarkan kepada Allah dan bagaimana caranya menyandarkan harapan kita sebagai manusia kepada Allah?
اللَّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ وَبِكَ خَاصَمْتُ، اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِعِزَّتِكَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَنْ تُضِلَّنِى، أَنْتَ الْحَىُّ الَّذِى لاَ يَمُوتُ وَالْجِنُّ وَالإِنْسُ يَمُوتُونَ
"Ya Allah, aku berserah diri kepada-Mu, aku beriman kepada-Mu, aku bertawakal kepada-Mu, aku bertaubat kepada-Mu, dan aku mengadukan urusanku kepada-Mu. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan kemuliaan-Mu – tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Engkau – dari segala hal yang bisa menyesatkanku. Engkau Maha Hidup dan tidak mati, sedangkan jin dan manusia pasti mati." (HR.Muslim, 2717).
Allah: Sandaran Harapan Manusia
Yang dimaksud dengan "menyandarkan harapan" kita kepada Allah itu adalah:- Tidak meminta apapun kecuali hanya kepada Allah. Mengharap sesuatu selain Allah itu fana (tidak kekal) dan mengecewakan.
Contoh; Aku berharap setelah lulus kuliah ini akan bekerja di perusahaan A. Salah satu manajer puncak perusahaan A itu adalah teman dekatku dan kebetulan dia telah berjanji akan memasukkan aku sebagai karyawan tetap disana.
Setelah lulus kuliah, ajakan bekerja itu pun ku tagih dan setelah ku tau ternyata temanku itu sudah tidak bekerja disana, aku pun menjadi kecewa dan putus harapan.
Atau, dalam situasi lain, ketika pekerjaan itu kutagih, temanku itu membatalkannya dengan ribuan alasan ini dan itu dan lagi-lagi aku kecewa karenanya.
Itu berarti, menyandarkan harapan kepada selain Allah itu tidak kekal atau hanya sementara atau tidak pasti terkabul.
. - Tidak Berhayal diluar Kemampuan Pemikiran. Berhayal atau berangan-angan itu mendekati pada kekufuran. Kufur dalam arti kufur nikmat dan tamak. Kufur juga dapat dimaknai sebagai "mengingkari" sesuatu. Jadi, kufur nikmat berarti mengingkari nikmat yang telah Allah karuniakan kepada kita. Tamak berarti mengharapkan segala sesuatu yang sesuatu itu tidak berada dalam rencana yang telah kita lakukan saat ini atau sesuatu diluar kemungkinan akan terjadi.
Contoh; aku berhayal bahwa suatu saat nanti aku akan pergi ke luar negeri mengunjungi tempat-tempat wisata terindah. Kapan itu akan dilaksanakan? apakah memungkinkan dengan keadaanku saat ini? apa saja yang telah dipersiapkan untuk menjadikannya nyata dan terjadi?
Bila ketiga pertanyaan itu tanpa jawaban atau "entah kapan" atau "baru keinginan" saja, itu berarti kita "mengingkari nikmat Allah" yang ada dan nyata saat ini, yaitu; nikmat sehat, nikmat bekerja, nikmat ibadah, nikmat dalam bentuk lingkungan yang aman dan tentram, nikmat diberi makan dan minum, atau nikmat diberi otak, tangan, kaki yang sehat dan mengingkari apa-apa yang telah Allah karuniakan kepada kita saat ini.
.
Berhayal berbeda dengan berencana. Berhayal lebih identik dengan harapan kosong/hampa. Harapan yang masih ada dalam pikiran dan jauh dari kenyataan. Hayalan ibarat mimpi disiang hari tanpa makna, fakta dan menyia-nyiakan waktu dan pemikiran.
Bila hayalan itu ternyata sia-sia maka tinggalkanlah hayalan dan berkhayal. Lalu, gantilah ia dengan rencana. Rencana identik dengan usaha; Berpikir, Berproses dan Berkesimpulan. Itu berarti rencana membutuhkan pemikiran yang jelas, rencana membutuhkan proses yang berarti membutuhkan follow-up atau tindak lanjut dari pemikiran dan ada bukti proses kerja kearah tujuan rencana itu dan dapat mengambil kesimpulan; apakah rencana itu bisa direalisasi atau tidak. Bila rencana telah dipikirkan matang-matang, telah dilaksanakan dan diuji-cobakan, maka yang terakhir adalah berserah diri kepada Allah. Biarkan Allah menentukan keputusan terakhir apakah bisa terealisasi atau tidak. Dan, bersabarlah menunggu keputusan Allah.
.
Berhayal juga mendekati sifat tamak. Contoh; setiap kali aku lewat di warung nasi itu pada pukul 7 pagi, pemasak (koki) warung itu mesti sedang memasak sesuatu yang harum masakan itu sangat menggugah seleraku, ditambah lagi dengan senyuman koki itu yang terlihat tulus.
Dengan kejadian itu aku pun berhayal begini ............. 'siapa tau ketika aku lewat disana besok dia memanggilku dan memberi makan gratis padaku'. Nah, inilah yang disebut tamak.
.
Allah adalah Tujuan Hidup Manusia
Allah berfirman,“Mengapa kami tidak bertawakal kepada Allah padahal Dia telah menunjukkan jalan kepada kami, dan kami sungguh-sungguh akan bersabar terhadap gangguan-gangguan yang kamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada Allah saja orang-orang yang bertawakal itu berserah diri.” (QS. Ibrahim: 12).Dalam Firman Allah yang lain: “Dan apabila Allah menimpakan kepadamu suatu bahaya maka tidak ada yang bisa menyingkapnya selain Dia, dan apabila Dia menghendaki kebaikan bagimu maka tidak ada yang bisa menolak keutamaan dari-Nya. Allah timpakan musibah kepada siapa saja yang Dia kehendaki, dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yunus: 107)
By TauhidKalam