Buruknya Berlarut-larut Berbuat Dosa
Manusia itu terikat oleh nafsunya. Makan, minum dan kebutuhan hidup, termasuk urusan seksual, kejiwaan dan ketenangan dalam hidup. Akan tetapi, kesemua itu adalah pengikat nafsu yang pada akhirnya akan menghanyutkan, menjerumuskan dan menghancurkan kita secara hakiki dalam keadaan hina. Hina dihadapan manusia dan hina dihadapan Allah Azza Wajalla.
Nafsu mengikat manusia dalam bentuk kebutuhan. Istilah "butuh" menjadi sebuah kata yang digunakan nafsu untuk memenuhi keinginannya. Apapun yang "anda butuhkan" itulah nafsu. Nafsu mengikat manusia dalam 3 bentuk:
- Keadaan Hati
- Keadaan Perut
- Keadaan Syahwat
Penjelasan Ketiga Keadaan Pengikat Diatas
Dalam hati bersemayam 3 unsur; bisikan kebaikan (yang datangnya dari Allah, malaikat dan kefitrahan manusia), bisikan nafsu, bisikan syeitan. Ketiga unsur ini senantiasa memperebutkan tempatnya di hati kita manusia dan berusaha memperkuat diri agar dapat menundukkan unsur-unsur lainnya.
Bila bisikan kebaikan yang menang, maka otomatis, bisikan nafsu dan syeitan akan tunduk dan patuh menuruti keinginan bisikan kebaikan itu
Apabila bisikan nafsu yang menang, maka, ingatlah bahwa, hakikatnya, nafsu itu lemah dan oleh karenanya nafsu mudah dipengaruhi dan dibujuk oleh bisikan syeitan agar nafsu memperturutkan semua keinginan syeitan dan binasalah manusia itu karenanya.
Dan, jika bisikan syeitan yang menang, otomatis, bisikan kebaikan atau bisikan Allah akan terkubur di pelataran hati dan dikunci oleh nafsu yang sudah tercemar dan kotor oleh bisikan syeitan. Sehingga, dengan keadaan itu, syeitan menjadi raja di hati manusia dan rusaklah semua yang baik dan hancurlah peradaban dan tinggalah kehinaan abadi dibawah murka Allah. Inilah penyebab manusia mengekalkan dosa atau berlarut-larut berbuat dosa dan melanggengkan, menikmati berbuat dosa. Na'udzubillah.
Nafsu cenderung mengajak pada hal-hal mungkar dan dibenci Allah Ta'ala. Mematikan nafsu berarti membinasakan diri. Allah tidak meminta kita untuk membinasakan nafsu (seperti halnya kaum majusi) tapi, kita berusaha mengendalikannya dan bila perlu memaksanya untuk taat kepada Allah dan tunduk atas Titah-NYA. Pengendalian ini menjadi sangat penting saat hati mulai cenderung mengarah kepada yang mungkar, yang dibenci Allah.
Fasiq: Tukang Penumpuk Kayu Bakar Neraka
Fasiq adalah orang yang selalu berlarut-larut melakukan dosa, baik dosa besar ataupun dosa kecil. Besar atau kecil dalam pandangan manusia jelas berbeda dalam pandangan Allah. Intinya, janganlah kita meremehkan dosa sekecil apapun. Bisa jadi ia adalah bibit dosa besar yang sebenar-benarnya tanpa kita ketahui dan sadari. Mari kita berusaha sekuat hati dan pikiran dan tenaga untuk senantiasa memohon petunjuk da hidayah serta Rahmat Allah agar terhindar dari sifat fasiq.
Orang yang fasiq berarti sengaja mengumpulkan kayu bakar neraka dimana ia sendiri akan menjadi salah satu kayunya. Orang fasiq tidak mau duduk sejenak berpikir bagaimana akhirnya bila ia selalu dalam keadaan berbuat dosa atau dalam keadaan junub karena selalu bermaksiat kepada Allah. Tidakkah ia berpikir sejenak; bahwa Allah mengawasinya, melihat gerak-geriknya, mendengarkan ucapan dan keluh kesahnya, dan ..... mungkin ... ada pintu hidayah dihatinya yang sudah terbuka dan siap dimasuki hidayah Allah tapi dia sendiri justru menguncinya.
Wahai saudara! Takutlah kepada Allah saat Allah sudah mengkunci mati pintu hati itu untuk kita, berhentilah sebelum semua terlambat! Ingatlah! Murka Allah itu tidak hanya mengenaimu, tapi juga orang2 disekelilingmu dan orang2 yang kau sayangi.
Dosa Manusia Bukanlah Dosa Warisan
Tidak ada dosa warisan dalam islam! Tidak ada dosa warisan dalam islam! Tidak ada dosa warisan dalam islam!
Siapa yang berbuat, maka dialah penanggung dosa dan perbuatan itu. Ini keadilan dari sisi Allah. Apakah si penanggung dosa tersebut sanggup melebur dosa semua orang yang ia tanggung, sedangkan ia sendiri belum tentu selamat. Hanya berkat rahmat dan kasih sayang Allah sajalah, manusia itu akan selamat.
Tuhan adalah Allah Azza Wajalla yang ESA. Tidak ada sekutu bagi-NYA. Menjelmakan diri menjadi seumpama makhluk berarti menganggap bahwa tidak ada yang dapat mengajak manusia kepada kebenaran, tak satupun, selain diri-NYA. Dan, alangkah rendahnya, apabila Tuhan turun tangan langsung menghadapi manusia, lalu, apa gunanya para nabi, rasul dan malaikat yang jumlahnya tak terhitung itu? Dimana letak kuasa Allah sehingga ia terpaksa turun tangan ke dunia.
Tuhan adalah Maha Raja di Raja Alam Semesta dan Semesta Makhluk. Tidak ada sekutu bagi-NYA, tidak ada yang menyamai dan serupa dengan-NYA dalam hal apapun. Karena, hakikat kekuasaan Tuhan Allah Ta'ala tidak dapat terlintas dalam pikiran dan benak manusia. Dan, Tuhan Allah Azza Wajalla tidak beranak dan tidak diperanakan.
MAHA SUCI ALLAH DARI PRASANGKA DAN HUJJAH BATHIL MAKHLUK
Tuhan tidak membebani makhluknya dengan segala hal diluar kemampuannya menurut Allah, bukan menurut pandanganmu yang selalu terpengaruh dengan keinginan nafsu dan hawa nafsumu.
By TauhidKalam